Seperti biasa, begitu bangun pagi Sachio langsung membereskan tempat tidur, ke kamar mandi, minum air putih. Setelah itu langsung bergegas ke kandang ayam.
Tag: Sachio
Ooo, Kasihan
“Sachio, main yuk.” Terdengar suara riuh anak-anak dari luar tembok.
Cecak atau Cicak?
Mentari belum lagi menunjukkan pesonanya, namun emak rempong seperti diriku sudah sibuk. Berkutat di dapur, menyiapkan segala sesuatu untuk sarapan keluarga.
Bukunya Cakap Kotor
Setelah menyelesaikan buku sebelumnya, Sachio pun melanjutkan membaca buku berjudul Pukat. Buku ini merupakan salah satu dari buku serial Anak-anak Mamak karya penulis terkenal Tere Liye. Seperti biasa siswa kelas dua SD tersebut membaca dengan serius. Tak jarang dia bertanya bila ada kata-kata baru yang belum pernah didengarnya.
Puisi Tentang Alam
Tadinya Sachio tampak begitu semangat untuk menyelesaikan tugas sekolah dengan cepat. Tugas pertama yang dikirim gurunya dari pesan WhatsApp adalah matematika. Itu adalah pelajaran yang dia suka dan biasanya bisa diselesaikan dengan cepat. Bila cepat selesai, itu artinya punya banyak waktu untuk bermain.
Sachio, si bocah 6 tahun walaupun laki-laki ternyata sangat peduli dengan kebersihan kuku. Hampir tidak pernah kukunya kebablasan panjang karena belum apa-apa biasanya sudah minta potong, begitu sejak sudah bisa bicara dan mengerti tentang kuku.
Sachio Terluka (Lagi)

Kemarin aku izin tidak masuk kerja karena Sean si bungsu demam dan minta ditemani. Karena aku di rumah maka otomatis Sachio juga di rumah.
Di Handphone Mamaku

“Hari ini cerita Alkitab kita tentang Kain dan Habel. Di mana pada suatu hari Kain dan Habel mempersembahkan korban Bakaran kepada Tuhan. Tuhan berkenan kepada korban bakaran Habel tetapi sebaliknya Tuhan tidak berkenan kepada korban bakaran Kain.” Bang Jhon sang guru sekolah minggu pun membuka cerita khotbah di hadapan anak-anak sekolah minggu yang mendengarkan dengan serius.
“Sebelum kita memulai cerita, Abang ingin bertanya, siapa yang pernah melihat api kurban bakaran Kain?” Tanya Bang Jhon.
Dan Sachio pun tunjuk tangan.
“Oh, Sachio katanya sudah pernah melihat. Di mana kamu lihat apinya Sachio?”tanya Bang Jhon.
Dengan penuh percaya diri, Sachio pun menjawab, “Di Handphone mamaku.”
Seketika ruangan sekolah minggu pun dipenuhi dengan tawa mendengar jawaban dari Sachio. Hal itu membuat Sachio semakin sumringah karena merasa sudah membuat semua senang karena dia berhasil menjawab pertanyaan dari Bang Jhon.
***
Sesampai di rumah, Sonia sang kakak yang menemani Sachio sekolah minggu pun menceritakan kepada mama tentang Sachio yang menjawab pertanyaan Bang Jhon dan menjawab bahwa dia sudah pernah melihat di handphone mama. Sonia juga menceritakan bagaimana anak-anak sekolah minggu yang lebih besar menertawakan jawaban Sachio. Sachio yang ikut mendengarkan pun langsung menceletuk, “Iya dong Ma, mereka semua tertawa karena mereka senang Sachio sudah menjawab. Dan memang benar Sachio sudah pernah melihat api di handphone mama.”
Tak ingin membuat Sachio patah semangat, mama pun menjawab, “Bagus dong Sachio sudah tunjuk tangan. Dan itu artinya Sachio memperhatikan guru bercerita. Buktinya pertanyaan yang ditanyakan bisa dijawab.”
Mendengar jawaban itu, wajah Sachio pun semakin berseri-seri. Tinggal mama dan Sonia yang tersenyum menahan tawa.
***
Catatan.
Cerita ini adalah sebuah draft dari 2017, berdasarkan kisah pengalaman Sachio sewaktu masih berusia 4 tahun.
Kain dan Habel adalah kisah Alkitab yang tertulis di Perjanjian Lama yaitu kitab Kejadian 4:1-16.
Kain dan Habel adalah anak Adam dan Hawa. Kain menjadi petani dan Habel menggembala kambing domba. Suatu hari Kain dan Habel mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan. Kain mempersembahkan sebagian hasil tanah dan Habel mempersembahkan dari anak sulung dombanya. Korban bakaran Habel berkenan kepada Tuhan tetapi sebaliknya korban bakaran Kain tidak diindahkan Tuhan.
-Gassmom-
Pematangsiantar, 071219
Kue Ulang Tahunnya Nasi
Sachio baru saja pulang dari rumah tetangga yang merayakan ulang tahun anaknya. Dengan buru-buru Sachio masuk ke kamar kakaknya dan tak sabar ingin bercerita.
“Kak Sonia, lucu kali tadi lho. Kue ulang tahun Ihsan nggak keren. Bukan kue tart kak.”
“Jadi kue apa?” tanya Sonia.
“Kuenya nasi. Lucu kan Kak? Nggak keren pokoknya. Abang nggak suka.”
“Oh, itu bukan nasi biasa Bang. Itu nasi kuning. Mahal itu. Jangan-jangan harganya lebih mahal dari kue tart.” jawab Sonia menjelaskan.
“Kakak koq tahu ? Kakak tadi khan nggak ikut acara ulang tahun itu.” tanya Sachio.
“Ya, tahulah. Kakak sudah sering makan itu. Dulu khan kakak sering juga ikut acara ulang tahun. Setelah besar makanya tak ikut lagi. Nasi tumpeng namanya Bang. Enak itu, bukan seperti nasi biasa.” jelas Sonia lagi.
” O, iya Kak? Tadi dikasih juga sama Abang. Tapi Abang nggak mau. Abang khan suka kue ulang tahun bukan kue nasi …”
“Itulah Abang. Harusnya dicoba dulu biar tahu enak atau tidak.” kata Sonia.
“Tapi Abang khan suka kue ulang tahun, bukan kue nasi …” gumam Sachio sambil keluar dari kamar Sonia.
–Gassmom-
Pematangsiantar, 080619
Nama Anak Sachio
“Kak Sarah, nama anak kakak nanti siapa?” ujar Sachio sambil menghampiri si kakak dengan beberapa majalah Bobo dalam dekapannya.
“Mana tahu kakak. Itu kan nanti kalau sudah besar dan sudah menikah.” jawab Sarah.
Aku yang sedang sibuk memetik sayur bayam pun tak urung memasang telinga mencuri dengar pembicaraan mereka. Pura-pura tidak mendengar tetapi sebenarnya menyimak. Biasalah, emak-emak kepo. Karena sebagai emak yang (agak) baik (katanya) kepo urusan anak wajib hukumnya. Apalagi kalau celoteh mereka sudah mulai keluar dari lingkaran celoteh kanak-kanak.
“Anak Abang nanti 4 lho Kak.” ujar Sachio lagi.
“Samalah seperti kita. Kita juga 4.” kata Sarah.
“Tahu Kakak nama anak Abang?” tanya Sachio lagi.
“Ya, nggaklah. Tunggu ada anaknya baru dibuat namanya.”
“Tapi Abang sudah tahu nama anak Abang nanti.” ujar Sachio lagi.
“Siapa?”
“Anak pertama namanya BOBO. Anak kedua CORENG. Anak ketiga UPIK. Anak keempat CIMUT.” ujar Sachio dengan serius sambil membuka lembar demi lembar majalah di tangannya.
“Bah, ha ha ha … itu kan nama keluarga Bobo ha ha ha …” spontan Sarah pun tertawa terbahak-bahak.
“Iya memang. Abang senang sama Bobo. Mereka asyik dan pintar. Makanya nama anak Abang nanti itu.” kata Sachio lagi masih serius tanpa perduli kakaknya yang masih menertawakan dia.
Aku yang masih berkutat dengan sayur bayam pun tak urung tertawa juga. Dasar anak-anak, kirain tadi membicarakan apa. Rupanya terobsesi dengan tokoh di Majalah Bobo. Saking terobsesi sampai mau buat nama anaknya kelak dengan tokoh itu.
–Gassmom-
Pematangsiantar, 070619