Dari awal juga aku tidak mau ditugaskan di sini, sebab sadar dengan kemampuan diri. Tetapi orang-orang itu, mereka bersikeras.
Ada Korban

Dari awal juga aku tidak mau ditugaskan di sini, sebab sadar dengan kemampuan diri. Tetapi orang-orang itu, mereka bersikeras.
Malam semakin larut, suara binatang malam pun kian ramai menghiasi. Namun, aku belum juga bisa mengambil keputusan. Malah semakin tenggelam dalam kegalauan. Tak ada titik kesimpulan yang dapat diambil.
“Tolong supaya keluarga pasien menunggu di luar dulu. Agar kita memeriksa pasien dan memberi perawatan.” Dengan suara lembutnya Suster Pipin menyarankan kepada keluarga pasien yang lebih dari 10 orang itu keluar dari IGD.
“Baik Suster.” Seperti sudah diatur sebelumnya, mereka menyahut dengan kompak dan keluar dari ruang pemeriksaan.
Suster Pipin pun menutup pintu IGD dan kembali ke tempat tidur pasien yang sedang dia tangani sebelumnya.
Dokter Rani nampaknya sudah selesai melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien tersebut.
“Suster Pipin, luka pada kaki sepertinya perlu dijahit. Jangan lupa dibersihkan terlebih dahulu. Selain itu tidak ada luka serius. Hanya nanti kita lakukan Thorax foto karena Bapak ini mengeluh dada terasa sakit. Mungkin ada benturan sewaktu jatuh tadi.” kata dokter Rani.
“Baik Dokter.” jawab Suster Pipin. Dengan cekatan, Suster Pipin pun mempersiapkan alat untuk hecting, kemudian menarik troli peralatan ke tempat tidur pasien.
Brakk!
Tiba-tiba terdengar pintu IGD dibuka dengan kasar. Seorang laki-laki separuh baya masuk dan berbicara kuat. “Mana pasien bernama Poltak tadi. Sudah ditangani dia? Siapa dokter jaga di sini?”
Suster Pipin yang sedang meminta informed Consent kepada pasien pun kaget dan bergegas menemui laki-laki separuh baya yang sudah masuk ke ruang IGD itu.
“Bapak, keluarga pasien tolong menunggu di luar dulu ya. “Dengan suara lembutnya Suster Pipin pun meminta Bapak tersebut keluar. Tetapi bukannya keluar, bapak tersebut malah menerobos masuk. Dengan pongahnya berkata, “Koq berani sekali kamu menyuruh aku keluar? Kamu tidak kenal siapa aku?”
“Maaf Pak, saya tidak kenal siapa Bapak. Tolong keluar dulu Pak.” jawab Suster Pipin dengan tegas.
“Eh, kamu ini. Kamu tidak kenal siapa aku? Aku ini Tigor, anggota dewan kota ini.”
“Maaf Pak, saya memang tidak kenal Bapak. Tolong tunggu di luar dulu Pak.” Dengan lembut tapi tegas Suster Pipin membuka pintu IGD dan membuat gerakan silahkan keluar dengan tangannya.
Entah karena tidak tahu menjawab lagi atau karena malu, si bapak tersebut pun keluar.
“Hmm, dasar ya. Baru anggota dewan saja sudah sombongnya minta ampun dan menganggap semua orang harus kenal sama dia.” kata seorang pasien yang tempat tidurnya kebetulan dekat dengan tempat Suster Pipin dan si anggota dewan tadi berbicara.
“He he he, iya Pak.” sahut Suster Pipin.
Suster Pipin pun kembali ke tempat tidur pasien yang dia tangani sebelumnya dan mulai melakukan tindakan.
***
note.
Pict. Pexels
Tulisan Tahun 2018 terkenang memori RS Horas Insani, tahun 2001. Sampai sekarang tetap ngakak so hard kalau ingat ketika Kak Pipin menceritakan kejadian itu.
–Gassmom-
Pematangsiantar, 15 Oktober 2018
Aku sudah jauh berlari. Aku menoleh lagi ke belakang, tak ada lagi sosok mengerikan yang mengejar tadi. Sepertinya sudah aman.
Tapi tetap tidak boleh lengah. Kesekian kali berhasil lolos dari mahluk itu, tidak memberi jaminan bahwa besok bisa selamat. Aku harus membuat strategi baru. Sepertinya juga harus pindah lokasi, tidak boleh terus menerus di daerah ini karena musuh sepertinya sudah memperhatikan gerak gerik dan kebiasaanku.
Pokoknya aku harus mencari tempat baru.
Huh … sepertinya aku sudah sangat jauh berlari dan sangat lelah. Tidak bisa tidak harus memutuskan ke mana melangkah, di mana harus istirahat. Aku sangat ingin merebahkan tubuh saat ini, ingin memejamkan mata walau hanya sekejap.
Aku benar-benar butuh istirahat dan juga lapar, perut benar-benar lapar.
Eits, tunggu dulu. Ada pintu terbuka di sana, sepertinya suasana juga
sunyi dan ada aroma makanan di sana, sangat menggoda. Aku benar-benar semakin lapar mencium aroma kesukaanku itu. Rasanya tak sanggup lagi menahan lapar ini, sebaiknya aku memang harus ke sana. Siapa tahu juga tempat itu bisa menjadi tempat bernaung untuk seterusnya. Tapi tetap harus hati-hati, aku harus mengendap-endap dulu karena siapa tahu mahluk mengerikan tadi ada di sana.
Oke, sepertinya suasana benar-benar aman. Tak ada siapa-siapa di sana, hanya aroma makanan kesukaanku yang semakin jelas tercium di hidung dan membuat semakin lapar.
Ya … makanan.
Itu benar makanan, sungguh sangat beruntung diriku hari ini. Aku harus segera memakannya selagi situasi masih aman terkendali. Hmmm, tinggal satu langkah lagi dan pemandangan indah di depan mata ini akan berpindah ke perutku.
Tapi, apa ini?
Kenapa tiba-tiba aku tidak bisa bergerak?
Oh, kakiku tak bisa bergerak. Ada yang menahan tapi aku tidak tahu apa ini. Semakin aku mencoba semakin kaki tidak bisa digerakkan.
Ada apa ini?
Aku takut …
Tolong, tolonggg …
Adakah yang mendengar jeritanku?
Tolonggggggg …
***
“Papa, jebakan kita berhasil. Tikusnya sudah terjebak lengket di lem tikus yang Papa buat.”
“Baguslah kalau begitu. Mana kayu tadi? Biar dipukul saja kepalanya biar langsung mati. Nanti angkat saja sekalian papan alas lem itu buang ke tempat pembakaran sampah. Biar dibakar sekalian.”
“Oke, Pa.”
***
-Tamat-
-Gassmom-
Pematangsiantar, 05 Oktober 2018
Pict. Pints