“Syalom!
Ma, Mama itu harus lebih sering berkumpul dan bergabung dengan sesama ibu-ibu. Entah duduk-duduk dimana. Berbagi cerita dengan mereka. Tanya bagaimana mereka memperlakukan anaknya.”
Belum lagi disahuti dan masih membuka pintu tapi Sonia sudah nyerocos tanpa henti, berbicara kepada Mama. Mama yang lagi ngopi cantik di sore hari pun tak urung pasang wajah bengong.
“Ini anak baru pulang dari kolam renang koq bisa tiba-tiba begitu ya? Hmm, jangan-jangan… ” walau sekilas tapi muncul juga pikiran jelek di benak Mama.
“Maksudmu apa? Simpan dulu barang-barangmu itu. Baru kita cerita.” ujar Mama dengan logat Batak yang nampaknya tak bisa lagi dihilangkan.
” Iya.” ujar Sonia dan berlalu menyimpan tas dan baju berenang yang sudah basah.
“Jadi begini Ma, Mama itu harus lebih sering berkumpul dengan ibu-ibu yang lain. Supaya Mama tahu bagaimana mereka memperlakukan anaknya.”
“Maksudmu?”
“Iya. Tadi di angkot, ibu-ibu di sana bercerita bagaimana mereka memperlakukan anaknya. Kata mereka anak-anak itu tidak perlu disuruh bekerja. Kalau diberi pekerjaan rumah pun, cukup hanya satu jenis pekerjaan. Jangan ditambah lagi.”
“Hmm, jadi maksudmu?”
“Jadi Mama harus mendengar cerita mereka supaya mama jangan memberi tugas untuk kami. Pokoknya anak-anak tidak perlu ikut mengerjakan pekerjaan di rumah.” kata Sonia lagi.
“Jadi, maksudmu apa sekarang?” tanya Mama lagi.
” Jadi Sonia tidak perlu tahu mencuci piring, tidak perlu disuruh menyapu halaman. Tidak perlu ikut membantu mengurus adek. Pokoknya kami hanya sekolah dan mengerjakan PR.” sambungnya lagi.
“Oh, begitu?”
“Iya Ma. Bahkan ada ibu itu, dia pakai seragam yang sama seperti Mama. Ibu itu bilang anaknya sampai kuliah pun tidak pernah mengerjakan apa-apa. Semua dikerjakan oleh Mamanya.”
“Ooo …”
“Iya lho Ma. Makanya Mama kumpul-kumpul dulu dengan ibu -ibu di kompleks atau dimana. Supaya Mama percaya kalau anak mereka tidak pernah mengerjakan apa-apa.”
“Ooo …”
“Ooo, terus …Jadi apa keputusan Mama?”
“Keputusan Mama, kalian tetap mengerjakan semua tugas yang sudah Mama berikan. Kenapa? Karena Mama sayang kepada anak-anak Mama. Kalau Mama tidak sayang kepada kalian, bisa saja Mama biarkan kalian tidak mengerjakan apa-apa, tidak tahu apa-apa. Tapi siapa yang rugi? Kalian yang rugi. Nanti sudah besar tidak tahu mengerjakan apa-apa. Kalau kita orang kaya kian, okelah … karena orang kaya bisa menggaji banyak pembantu. Tapi kita bukan siapa-siapa jadi harus tahu diri. Jadi, karena Mama sayang kepada kalian maka tetap harus mengerjakan tugas masing-masing. Biar sudah besar nanti tidak susah. Siapa tahu nanti kost atau tinggal di rumah siapapun, paling tidak kalian tahu mengerjakan pekerjaan rumah.”
“Oh, Mama ini lho. Sudah diberi keterangan tetapi tetap juga. Sonia tidak setuju karena menurut ibu-ibu tadi, anak-anak harus fokus kepada pelajaran sekolah. Jadi jangan lagi ditambah dengan pekerjaan di rumah.” jawab Sonia.
“Hmm, Mama tanya dulu. Kamu anak siapa? Anak Mama kan? Berarti dengarkan peraturan Mama. Kalau tidak setuju, kamu boleh naik banding dan tanya keputusan boss besar. Entah apa nanti jawabannya.” ujar Mama lagi.
Tanpa menunggu lama, Sonia pun bergegas menemui Papa dan menceritakan semua uneg-uneg yang sebelumnya sudah dia ceritakan kepada Mama namun ternyata tidak berhasil.
Mama tetap tidak beranjak dari tempat duduk semula tetapi membuka telinga lebar-lebar mendengarkan debat antara Sonia dan Papa.
Papa mengatakan bahwa setiap rumah mempunyai peraturan yang berbeda. Dan peraturan di rumah mereka adalah setiap anak wajib mengerjakan tugas yang sudah diberikan dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
Sonia pun balik kanan dengan lesu dan tidak berani berdebat lagi karena keputusan sudah final. Mama yang mendengar semua pembicaraan mereka pun melanjutkan ritual ngopi cantik di sore hari sambil tersenyum ala ibu tiri yang setengah kejam.
-Gassmom-
Pematangsiantar, 010519
Pict. Pinterest