Kategori
Sebuah Perjalanan

Dari Ngurah Rai Ke Ganesha Cafe

Reblog dari:

Dari Ngurah Rai Ke Ganesha Cafe

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 WITA ketika kami tiba di Denpasar. Urusan eHAC, menunggu bagasi dan mengurus laporan ponselku yang tercecer di Bandara Soetta membuat waktu lumayan tersita lebih kurang setengah jam, sebelum akhirnya kami beranjak menuju tempat penjemputan.

Ketua rombongan sudah memesan mobil untuk transportasi selama kami di Bali. Menurut beliau, supir yang akan membawa kami nantinya adalah supir yang selalu menjadi langganan mereka kalau ke Bali.

Antrian mobil membuat kami menunggu sebentar. Namun tak butuh waktu lama, kami pun sudah duduk manis di mobil yang disupiri oleh Bli Bagio. Beliau nampaknya sudah cukup kenal dengan ibu pimpinan yang menjadi ketua rombongan dalam perjalanan kami.

Ternyata Bali sedang diguyur hujan deras malam itu. Hal ini membuat seorang teman menanyakan tentang cuaca di Bali kepada Bli Bagio.

Bli, apakah di Bali sedang musim hujan, ya?”

“Oh, tidak, Bu. Justru Bali sudah lama tidak turun hujan. Ini hujan pertama dalam bulan ini.” ujar Bli Bagio dengan logat Bali yang begitu kental.

“Wow! Berarti kedatangan kami sama dengan turunnya hujan ini. Berarti kami pembawa berkat, dong ….” seloroh seorang teman.

Bli Bagio pun tertawa sopan. “Benar …. Ibu-ibu membawa berkat. Makanya hujan turun malam ini.” jawabnya riang. “Membawa rezeki juga buat saya. Ibu-ibu adalah tamu pertama saya setelah pandemi.”

“Oh, ya? Jadi selama ini belum ada tamu?” tanya seorang teman.

“Belum, Ibu.” jawab Bli Bagio. “Sejak Bali ditutup bulan Maret kemarin, delapan bulan sudah kami tidak menerima tamu. Bulan ini, sudah mulai kembali, pelan-pelan tempat wisata dibuka kembali. Tapi belum ada juga tamu dari luar. Jadi, Ibu-ibu yang pertama kali.”

“Delapan bulan ya, Bli, Bali tidak menerima turis? Jadi kegiatannya apa selama delapan bulan ini, Bli?” Penasaran, aku pun ikut nimbrung untuk bertanya.

“Ya, begitu. Saya kebetulan dapat tugas merawat dan menjaga mobil milik perusahaan, jadi masih bisa bertahan di Bali. Teman yang asli Bali, banyak balik ke kampung mereka. Bekerja di kampung, berladang. Teman-teman dari Jawa, bahkan sudah banyak yang kembali ke Jawa. Di perusahaan, tinggal tiga orang kami yang dari Jawa. Tak sanggup hidup di Bali kalau tak ada turis. Saya saja, kalau tidak mendapat tugas dari perusahaan pasti sudah balik kampung, ke Jawa.”

“Memangnya Bli orang Jawa, ya?” tanya seorang teman.

“Namanya saja sudah Bagio. Memang ada orang Bali namanya begitu.” seorang teman menjawab sambil tertawa.

“Iya, Bu. Saya dari Jawa, cari makan ini di Bali.”

“Wah, parah ya dampak Corona di Bali.” Seorang teman menyeletuk.

“Parah, Bu. Hancur semua,” ujar Bli Bagio. “Bisa dibilang, Bali mati tanpa turis. Ibu lihat gedung-gedung yang tutup dan gelap itu? Itu dulu buka 24 jam. Sekarang semua tutup. Karyawannya pulang kampung. Tidak bisa hidup di Bali.”

Sepanjang jalan yang kami lewati memang banyak gedung yang tampak gelap, padahal dahulu itu semua begitu semarak. Tak bisa dipungkiri pandemi membawa dampak sangat buruk bagi dunia parawisata di Bali.

“Ibu-ibu, kita sudah tiba di Ganesha. Jadi makan malam di sini, bukan?”

Ternyata, kami sudah tiba di Ganesha Cafe, tempat kami ingin makan malam. Percakapan dengan Bli Bagio pun terputus, saatnya makan malam dulu. Kami beruntung, hujan sudah berhenti jadi sempat duduk di tepi pantai menunggu hidangan selesai. Walaupun akhirnya ketika makanan sudah selesai, ternyata tetap makan dengan konsep indoor karena hujan turun lagi.

Berhubung gambar si bli tidak ada, jadi gambar ini saja ya 😊
Pict. Gassmom

Gassmom, 27/02/2021

Catatan.

Tulisan ini adalah untuk memenuhi tugas ketik15 saya yang sempat terlewati. Seyogyanya memang ketik15 adalah wawancara. Akan tetapi saya agak melenceng sedikit. Bukan wawancara formal, antara dua orang yang saling tanya jawab. Saya menuntaskan ketik15 ini dengan menuliskan sedikit percakapan kami dengan bapak yang menjadi supir kami sewaktu berada di Bali pada minggu keempat November 2020.

Bli : panggilan/ sapaan di Bali digunakan untuk laki-laki yang lebih tua tapi tidak terlalu tua atau bisa juga kepada orang yang sebaya yang belum anda kenal.

Oleh Sondang Saragih

Semua baik, apa yang Tuhan perbuat dalam hidupku.
Everymoment Thank God.

2 replies on “Dari Ngurah Rai Ke Ganesha Cafe”

Tinggalkan komentar