Waktu menulis review buku Beauty and The Beast aku ada menuliskan beberapa kesimpulan pesan moral yang kusimpulkan sendiri. Antara lain diantaranya:
… 5. Rupa yang tampan memang membuat jatuh cinta tapi rasa terima kasih bisa mengalahkan rupa. Dan Belle adalah orang yang tahu berterima kasih.
6. Jangan menilai dengan mata tetapi turutilah dorongan hati.
Membaca itu aku jadi teringat kalau Mama pernah juga memberi ceramah kepadaku terkait dengan rupa yang menawan. Jadi ini ceritanya dulu sewaktu masih remaja polos nan lugu. Kala itu aku menjalin sebuah kisah dengan seorang remaja pria yang konon kataku dan kata orang-orang di sekitarku adalah sosok ganteng, tampan nan rupawan. Kalau hanya aku sendiri yang mengatakan mungkin belum akurat tetapi teman-teman, keluarga, orang sekampung dan satu sekolah juga mengatakan hal yang sama. Berarti sah memang ganteng nan rupawan. Menurutku orangnya juga baik. Tapi itu menurutku saja karena ternyata menurut orang sebaliknya. Sehubungan dengan itu mama pun memberi ceramah panjang lebar kepadaku. Intinya aku memang memiliki kebebasan untuk memilih siapa temanku. Tetapi seharusnya aku memilih teman apalagi teman hidup jangan hanya karena melihat rupa tetapi lihat hatinya. Entah apa saja yang dikatakan mama saat itu, aku pun lupa. Tetapi kalimat yang paling kuingat sampai saat ini hanyalah:
“… biar kau tahu, tak makan dibuat ganteng itu. Jangan-jangan kegantengan akan membuat susah …”
Saat itu aku memang tertawa. Tapi semakin dewasa aku semakin mengerti maksud kata-kata itu dan terkadang mengucapkan hal senada kepada adik-adik teman sejawat yang kebetulan curhat masalah asmara mereka.
Dan tadi malam, aku iseng berkelana di medsos. Mau tidak mau terpapar juga dengan postingan suasana politik saat ini. Membaca alasan menetapkan pilihan. Namun menurutku sepertinya ada yang lucu. Bila yang lain terpesona visi misi, rekam jejak dan kinerja tetapi ternyata banyak yang jatuh cinta hanya karena paras tampan menawan. Bukan satu dua orang tetapi banyak yang begitu. Kebetulan aku anggota di beberapa grup (walaupun hanya silent reader) dan temanku juga terdiri dari berbagai latar. Semakin kubaca aku tetap tidak menemukan alasan lain kecuali kegantengan tokoh utama dan tokoh-tokoh lain di team itu.
Sungguh, aku merasa geli dan tak habis pikir. Tapi, yah itu hak mereka. Hak pribadi setiap personal untuk menetapkan pilihan menurut versi mereka. Dan bila ternyata paras menawan lebih bisa memikat, apa boleh buat.
-Gassmom-
Pematangsiantar, 130419
10 replies on “Jatuh Cinta Karena Rupa”
Mungkin benar kata novelis, Eka Kurniawan: Cantik Itu Luka
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah…🤣
Tak selamanya juga begitu😃
SukaSuka
Haduh..apalagi sy tipe love at the 1st sight mba..😂
Ya.. Tapi yang tampan akan kalah dengan yang nyaman sih mbak, teteup.
SukaDisukai oleh 1 orang
Katanya, love at the first sight itu gak ada tau kaa.
Adanya cuma ketertarikan fisik yang kuat~
wkwkwk
SukaDisukai oleh 2 orang
Tetapi kan tetap diartikan sebagai love at the first sight 😄😄😄
SukaSuka
Akhirnya pasti begitu walaupun mungkin di awal si tampan yang menang😃
SukaSuka
Ha ha ha…penting juga lho.
Aduh gimana menjelaskannya😃😃
SukaSuka
kesimpulan : mata tidak penting
SukaDisukai oleh 1 orang
Penting, tapi pakai akal sehat😄
SukaSuka
akal sehat mengkomunikasikan mata berarti akal lebih penting daripada mata : mata tidak penting😂
SukaDisukai oleh 1 orang